Sidak Pangkalan Gas Elpiji, Bupati RL Ingatkan Sanksi Bagi Penyalur Nakal

Bupati Rejang Lebong, M Fikri Thobari saat Sidak dilokasi Pangkalan Gas Elpiji yang berada dikelurahan Air Putih (foto; dok)

Rejang Lebong – bertepatan dengan hari libur, Kabupaten Rejang Lebong mendapatkan tambahan kuota gas LPG 3 kilogram. Kabar ini disambut dengan rasa syukur oleh masyarakat, terutama kaum ibu rumah tangga yang dalam sepekan terakhir banyak mengeluhkan kelangkaan serta tingginya harga gas di pasaran.

Beberapa pangkalan di wilayah Rejang Lebong sudah menerima tambahan kuota tersebut. Harapannya, pasokan ini dapat menjadi solusi sementara atas permasalahan kelangkaan gas LPG 3 kg yang sempat meresahkan masyarakat.

Bupati Rejang Lebong, M. Fikri Thobari, menyampaikan apresiasinya atas tambahan kuota tersebut. “Alhamdulillah, hari ini Rejang Lebong mendapat tambahan gas LPG 3 kg yang dialokasikan ke beberapa pangkalan. Untuk memastikan alokasi ini benar-benar diterima masyarakat, kami meninjau langsung salah satu pangkalan sekaligus memantau sistem penyaluran gas hingga sampai ke tangan masyarakat. Dengan begitu, kita bisa mencari solusi agar ke depan tidak ada lagi keluhan soal kelangkaan gas,” ujar Fikri Thobari, Pada Jumat (5/9) saat Sidak dilokasi Pangkalan Gas Elpiji yang berada dikelurahan Air Putih.

Bupati menegaskan, jika ada pangkalan atau pihak-pihak tertentu yang melakukan pelanggaran dalam distribusi, maka harus diberikan sanksi tegas. Ia juga menekankan pentingnya pendataan kebutuhan di setiap desa. “Setiap desa perlu didata berapa kebutuhan gas per bulan. Nanti kita minta Pertamina untuk menambah kuota sesuai kebutuhan, sebab jumlah penduduk Rejang Lebong semakin bertambah dan kebutuhan elpiji juga meningkat,” tambahnya.

Sementara itu, salah satu distributor LPG menjelaskan bahwa pembagian kuota ke pangkalan masih didasarkan pada alokasi sejak awal program konversi minyak tanah ke LPG. Hingga kini, belum ada pembatasan wilayah penjualan antar desa maupun kelurahan.

“Kami menyarankan agar pangkalan tetap mengutamakan masyarakat sekitar, misalnya dengan melihat KTP pembeli. Kalau KTP-nya masih satu wilayah dengan pangkalan, mereka yang didahulukan. Setelah kebutuhan masyarakat lokal terpenuhi, barulah melayani warga dari luar. Namun, dilema kadang muncul ketika pangkalan menolak pembeli dari luar, inilah yang sering memicu kegaduhan,” ungkap pihak distributor. (Jk)