Dari Bengkulu ke Nasional: Serapan MBG Rendah, 8.000 Anak Jadi Korban Keracunan

Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya (foto; dok)

Jakarta – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang menjadi salah satu program unggulan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto mulai mendapat sorotan serius. Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya menyampaikan peringatan tegas terkait rendahnya serapan anggaran dan munculnya kasus keracunan massal yang menimpa ribuan anak penerima manfaat program tersebut.

Dilansir dari media Nasional, Menkeu Purbaya menegaskan akan mengevaluasi secara menyeluruh dana program MBG apabila serapan anggarannya tidak segera membaik. Hingga 1 Oktober 2025, penyerapan anggaran baru mencapai Rp21 triliun, atau sekitar 29,6% dari total pagu Rp71 triliun yang dialokasikan dalam APBN 2026.

“Kalau serapannya terus rendah seperti ini, tentu akan kami evaluasi. Dana besar harus dibarengi pelaksanaan yang efektif dan tepat sasaran,” ujar Purbaya dalam keterangannya.

Menkeu menambahkan, meskipun program MBG berada di bawah kewenangan Badan Gizi Nasional (BGN), Kementerian Keuangan tetap berhak melakukan evaluasi karena berkaitan langsung dengan pengelolaan anggaran negara. Evaluasi tersebut dinilai penting, terlebih setelah maraknya kasus keracunan yang terjadi di berbagai daerah dan menimpa lebih dari 8.000 anak di seluruh Indonesia.

Situasi ini memunculkan desakan dari sejumlah relawan dan pemerhati kebijakan publik agar pemerintah melakukan langkah tegas. Mereka meminta Presiden Prabowo untuk memberhentikan Kepala BGN, Dadan Hindayana, dan melakukan evaluasi total terhadap manajemen BGN baik di tingkat pusat maupun daerah.

“Yang perlu diperbaiki adalah sistem dan pengawasan pelaksanaan program, bukan menghentikan program MBG. Tujuan awalnya baik, tapi implementasinya harus dikawal,” ujar salah satu perwakilan relawan dikutip dari sumber yang sama.

Di Provinsi Bengkulu, program MBG menargetkan sekitar 363.283 siswa penerima manfaat. Berdasarkan ketentuan, satu unit SPPG atau dapur MBG mampu melayani sekitar 3.000 siswa, sehingga dibutuhkan setidaknya 121 unit dapur MBG di seluruh provinsi. Namun, hingga kini baru 13 unit yang telah beroperasi, tersebar di beberapa wilayah seperti Kota Bengkulu, Rejang Lebong, Seluma, Kaur, dan Mukomuko.

Minimnya infrastruktur pendukung ini dinilai menjadi salah satu penyebab lemahnya pelaksanaan di lapangan, sehingga kualitas makanan yang disajikan belum terjamin optimal.

Masalah semakin kompleks setelah terjadi kasus keracunan massal di Kabupaten Lebong, Bengkulu, pada Rabu, 27 Agustus 2025. Sebanyak 427 anak dilaporkan mengalami gejala keracunan setelah mengonsumsi makanan dari program MBG.

Kasus ini menimpa anak-anak dari beberapa lembaga pendidikan, di antaranya SD IT Al Azhar, PAUD IT Al Azhar, SD Muhammadiyah 1A Ujung Tanjung, dan TK IT Tabeak Kaur.

Pemerintah daerah bersama Dinas Kesehatan setempat langsung melakukan investigasi dan mengambil sampel makanan untuk diuji laboratorium. Hasil sementara menunjukkan adanya dugaan kontaminasi bahan makanan yang tidak memenuhi standar higienitas.

Disisi lain, Salah satu Wali Murid saat dimintai pendapatnya menilai, pemerintah perlu segera memperkuat sistem pengawasan dan distribusi bahan pangan dalam program MBG agar tidak terulang kasus serupa. Selain itu, koordinasi antarinstansi harus diperjelas agar pelaksanaan program berjalan sesuai standar.

“Program ini sangat baik untuk meningkatkan gizi anak-anak. Namun, tanpa kontrol mutu dan manajemen yang kuat, tujuannya bisa melenceng dari harapan malahan anak-anak kita yang menjadi Korban Keracunan MBG,” ungkapnya.

Program Makan Bergizi Gratis sejatinya merupakan bagian dari visi besar Presiden Prabowo untuk menurunkan angka stunting dan meningkatkan kualitas SDM sejak usia dini. Namun, dengan berbagai persoalan di lapangan, pemerintah kini dihadapkan pada tantangan besar untuk memastikan bahwa program tersebut benar-benar memberi manfaat bagi anak-anak Indonesia. (Rls)