Penulis oleh Eko Ririn Sabirin
“Siapa yang tidak terharu oleh cinta, berarti berjalan dalam gelap gulita.” dikutip dari tulisan Plato seorang Filosof yang mendefinisikan soal Cinta, mungkin itu kata yang pas untuk anak muda yang sedang dilanda Cinta,
CINTA dan sang pencinta selalu mempunyai sejarah tersendiri. Cinta adalah anugerah yang datang dari Tuhan. Cinta dan manusia adalah satu kesatuan yang tidak bisa terpisahkan. Kehadiran cinta datang secara tiba-tiba, manusia sering kali tergagap karenanya.
Dalam sekejap, tiba-tiba cinta telah menguasai keberadaan diri manusia. Hakikat cinta memang rumit untuk dimengerti, namun cukup indah untuk dihayati. Setiap manusia tentunya pernah merasakan getar-getir rengkuhan cinta.
Dunia akan terasa hampa tanpa rengkuhan cinta, bahkan terbit dan terbenamnya sejarah peradaban manusia, tidak bisa terlepas dari peranan cinta di dalamnya. Cinta memang selalu menjadi topik yang sangat menarik untuk diperbincangkan. Tidak sedikit di antara kita yang tanpa daya di depan kehendak cinta, meski ada juga yang berupaya menafikan bisikan cinta. Permasalahannya, apakah logika mampu menerjemahkan hakikat cinta sementara cinta adalah bahasa rasa tanpa tapal batas?
Menjawab semua itu, kembali kita menghampiri perjalanan cinta. Suatu riwayat cinta berlabur nuansa dramatis, mengharukan, dan menggetarkan. Pertarungan antara cinta dan bangunan idealisme selalu menjadi topik utama dalam perjalanan cinta seseorang. Dalam konteks cinta, kita selalu mempunyai cara tersendiri dalam menorehkan kisah.
Sebagian, ada yang secara terang-terangan rela meninggalkan orang yang paling dicintainya demi menegaskan bahwa dirinya seorang laki-laki sebagaimana halnya kisah cinta sang penulis. Bagiku, cinta tidak layak untuk terus dilanjutkan meski mendapat sambutan hangat dari sang kekasih.
Ada ungkapan bagus seperti penulis kutip, dari Jalaludin Rumi yang ditulis Zainudin :
Cinta tak dapat termuat dalam pembicaraan atau pendengaran kita,
Cinta adalah sebuah samudra yang kedalamannya tak terukur
Cinta tak dapat ditemukan dalam belajar dan ilmu pengetahuan,
buku-buku dan lembaran-lembaran halaman. Apa pun yang orang bicarakan itu, bukanlah jalan para pencinta. Apa pun yang engkau katakan atau dengar adalah kulitnya;
Inti sari cinta adalah misteri yang tak dapat kau buka. Cukuplah! Berapa banyak lagi kau akan lengketkan kata-kata di lidahmu?
- Jangan Tanya Mengapa Aku Mencintaimu
Sejauh ini aku tetap cinta, apapun alasannya.
Bagiku, rasa cinta tak bisa aku ungkapan dengan kata.
Mengambarkan rasa cinta hanya bisa aku perbuat dengan senyuman sapa saat kita bertemu.
Mungkin kata cinta dariku, tidak bisa engkau terima begitu saja.
Seandainya rasa cintaku ini aku tulis dalam satu buku, kamu tidak akan pernah percaya mengapa aku mencintaimu walaupun beribu-ribu halaman yang berisikan kamu.
Aku tak mengerti, mengapa engkau datang tanpa ku undang.
Aku bingung, kenapa engkau menyapaku dengan senyuman manismu itu.
Aku juga heran, mengapa saat itu engkau mau duduk makan bersamaku.
Aku pun bertanya-tanya mengapa selera kita sama, yaitu menyantap gulai udang, ikan pelus. Yang herannya lagi porsi kita sama besar.
Aku tak menyangka, kita bisa bercengkrama lalu ketawa lepas di meja bundar yang penuh dengan hidangan gulai dusun itu. Ya, bisa dikatakan jauh dari kata istimewa apalagi makanan kelas restoran.
Aku pikir dirimu itu putrinya pak Ucok, dengan mudah mengatakan “bejajulah kamu beduaw ni” Lalu menyuruh kami saling bertatapan lalu bertukaran nomor handphone.
Betapa senangnya aku hari itu, ketika di jalanan wajahnya selalu terbayang, senyumnya tak pernah hilang dari ingatan bahkan malamnya aku tak bisa tidur.
Waktu terus berganti, hari demi hari. Momentum yang kami dambakan usai janjian akhirnya kami bisa bertemu kembali di tempat makan yang masih sama.
Engkau ajak diriku, mengelilingi kota Manna. Konon katanya, pantai itu pantai kenangan seperti julukan kota manna yaitu kota kenangan, asal jangan hubungan kita juga yang menjadi kenangan… He
Setiba di pantai, ku lihat engkau dengan gagahnya melangkahkan kaki menyayunkan tangan dengan gagahnya berdiri mengunakan sepatu hitam berhak tinggi itu, dan aku tetap disampingmu kalaupun hak sepatumu nanti patah akulah yang pertama menolongmu.
2. Dirimu Adalah Tanda Bacaku
Mencintai mu bukanlah seperti tanda tanya, walau tak bersuara, di hatimu aku tetap menjadi titik.
Merindukan mu bukanlah seperti tanda seru , walau dalam diam, padamu aku tetap berbuat tanpa koma .
Menyayangimu bukanlah seperti tanda petik dua, walau terlintas keraguanmu,
aku tetap setia menjadi tanda petik tunggal.
Membahagiakanmu bukanlah seperti tanda titik koma, walau terhadang suka duka,
aku tetap berjuang menjadi tanda titik dua.
Berkorban untukmu bukanlah seperti tanda Elipsis, melainkan ada dalam kesetiaan, di putaran duniamu aku tetap menjadi tanda kurung.
Biar lah semua tahu, bahwa rasaku padamu ada pada tanda bacaku, yang tak tereja,
tak terbatas pada pengertian kata dan makna kalimat .
Terserah saja akan perasaanku yang bersiasat untukmu, yang menemukan taktik mencipta keindahan rasa bersamamu.
Biar saja impianmu belum sama seperti impianku, aku tak perduli, Itu bukan perbedaan, melainkan penyatuan pada pertanda batin .
Karena ku tahu , rasamu tak bisa terpuaskan oleh keinginan , namun oleh perjuangan dan pengorbanan. Itulah ” cinta sejati ” katamu .
Cinta yang dibalut doa pada derap siang dan malam .
Diam kita bukan berarti selesai, karena di tanda baca yg tak tereja, tak terbatas aku menghargai cintamu seperti air mengalir.
Seperti pelangi setelah hujan .
Dan ….
Di balik bait bait puisi tak indah ini, aku tetap menebar rasa dihatimu dalam pastinya perjalanan waktu.
Sampai suatu hari nanti,
dirimu akan merindukan arti dan makna tanda baca tak tereja tak terbatas .
Dengan itu ….
Pada suatu titik tanpa tanya tanpa koma kita akan saling tersenyum berdekapan .
Sekarang …
Aku hanya tahu ada cinta yang kupunya .
Berdua, kita sudah tak butuh lagi kata kata .
Hanya murninya geliat penuh perasaan cinta, kalaupun cinta itu buta mengapa engkau buat aku berpikir bahwa melihat keindahanmu adalah caraku melihat dengan mata terbuka.
“Ketika ranting-ranting hatiku engkau patahkan. Ketika itu pula sajak tentang kau ku terbitkan, ” kekasih.
3. Sebatas Rindu
Sejauh ini rindu hanyalah imajinasi bagiku, kita didekatkan dengan manusia. Siapakah yang pantas dirindukan?
Temanmu dengan gurauannya yang selalu membuatmu terbahak?
Kenalanmu yang kesukaannya sama denganmu?
Atau dia yang selalu kau dambakan diam-diam?
Bahkan mantan terbaik?
Jangan sampai kita menjadi ‘KALA’ kita adalah sepasang luka yang saling melupa.
Sungguh menurutku dalam sebuah hubungan, rindu adalah bagian terbaik. Tidak dicari, tapi selalu dinikmati. Bukankah ia yang berjasa merekatkan yang jauh, apalagi jika sudah diekspresikan dengan bertemu?
Sudahlah…. Lupakan saja rindu memang gitu kok.
Bila masih bingung, mengapa kau tidak lihat siapa yang bisa memberikanmu sesuatu yang kekal? Sesuatu yang bisa kau pegang bersama hingga rindu itu tak kan pernah hilang.
Jika begitu, nampaknya yang pantas kita rindukan adalah ia yang setia bersama di jalan-Nya, saling berpangkutangan dan menasihati. Karena hanya dengan itu kita bisa menggapai ganjaran-Nya yang kekal, dan bertemu lagi setelah mati, di akhirat nanti.
4. Membolak Balikan Hati
Hari demi hari, waktu demi waktu, tidak ada yang tahu, namun Ku serahkan semua kepada penulis cerita semesta, Allah SWT Aza Wa Jala.
Ada sebagian kita yang melewati harinya tidak biasa. Diurung rasa takut berlebih akan hal yang tak pasti, tapi mungkin terjadi apalagi perjalanan kisah cinta.
Bisa jadi tentang ancaman terhadap raga, kesehatan, hati, rezeki, bahkan mati.
Ketakutan terhadap kemungkinan rasanya aneh. Tapi bagaikan berjalan di antara rimba, dikelilingi gemersak mencurigakan, rasanya kapanpun hewan buas akan menerkam. Bagaimana bisa tenang?
Di sinilah konsepsi Qadr atau Takdir datang. Allah ta’ala telah menulis segalanya bahkan sebelum Bumi ada. Tentang segala nasib kita.
Mungkin tak selamanya indah, tapi coba ingat lagi, bukankah tujuan kita di dunia untuk beribadah? Mengumpulkan pundi amal baik hingga bisa mengecap surgaNya.
Terjadinya hal baik dan buruk menjadi tak masalah, selama hati kita tetap lapang dalam ibadah kepadaNya.
Porsi kita berikhtiar semaksimal mungkin. Melakukan amal baik terbaik untuk pahala. Menikmati tiap keringat yang menetes, mengulas hikmah di antaranya, dari situlah datang bahagia.
Wewenang kita bukan cemas akan masa depan.
Tugas kita berusaha dan tetap bahagia menjalani hidup di dunia.
Ku akui sejauh ini, kita bertemu hanya moment, bukan komitmaen.
Kita adalah kala sepasang luka yang saling melupa.
Ketika cinta buta, dunia milik berdua.
Yang ada kecewa lalu terluka. Dan, ketika cinta itu nyata. akhirnya sebuah cerita belaka.
Selamat hidup, selamat berusaha, selamat bahagia selamat.
Bersambung…..!
Notes : Cerita ini hanya imajinasi penulis catatan harian Eko Ririn Sabirin