– Tersangka dalam perkara dugaan korupsi pembangunan asrama haji Bengkulu, S, diketahui telah mengajukan permohonan penangguhan penahanannya kepada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu belum lama ini. Namun permintaan penangguhan itu belum diterima secara resmi Kejati karena berkasnya belum lengkap.
Penasehat hukum tersangka S, Dino Sihombing mengatakan surat permohonan penangguhan penahanan telah diajukan beberapa waktu lalu. Namun, beberapa persyaratan, seperti surat jaminan dari keluarga belum tersedia, dan baru akan dipenuhi pekan depan.
Menurut Dino, alasan diajukannya permohonan penangguhan penahanan itu karena kliennya merupakan tulang punggung keluarga. Sang isteri tidak bekerja, sementara kebutuhan anak dan keluarga terus berjalan.
“Klien kami juga sudah menunjukkan itikad baik dengan menitipkan sejumlah uang sebagian dari kerugian negara dan dia bersikap kooperatif. Kami kira itu akan menjadi pertimbangan sendiri nantinya saat vonis oleh majelis hakim. Alasan kedua, memang (hak penangguhan) itu dilindungi undang-undang,” kata Dino.
Dino mengatakan, kliennya itu ikhlas dan menerima kasus yang menimpa dirinya. Saat ini, S juga telah menjadi tahanan Kejati Bengkulu, dan ditahan di rutan Polda Bengkulu. Meski demikian, PH meminta penyidik untuk tetap memeriksa pihak-pihak lain yang juga terlibat.
Dia meyakini jika dalam kasus korupsi, pihak yang terlibat tidak mungkin hanya kliennya.
“Dan pak Kajati juga sempat menyebutkan, ada kemungkinan tersangka lain,” ujar Dino.
Tersangka S, dalam akta perusahaan, merupakan direktur cabang PT Bahana Krida Nusantara di Bengkulu. Kerugian negara sendiri dalam kasus ini berjumah Rp 1,7 miliar. Namun, jumlah ini diperkirakan bisa bertambah, tergantung hasil penyidikan.
Sebelumnya, Kejati Bengkulu juga telah menerima uang titipan senilai Rp 450 juta, Kamis (13/7/2023). Tumpukan uang ini terlihat terdiri dari pecahan Rp 100 ribu dan Rp 50 ribu, dan saat disatukan berukuran kira-kira 40×40 cm.
Uang ini adalah titipkan kontraktor yang putus kontrak dalam kasus dugaan korupsi pembangunan asrama haji Bengkulu tahun 2020 lalu, PT Bahana Krida Nusantara melalui kuasa hukum perusahaan, Dino Sihombing.
Uang Rp 450 juta ini adalah selisih realisasi pembangunan fisik sebelum kontraktor putus kontrak, dengan uang yang telah dibayarkan. “Kerugian negara masih kami hitung, tapi dari PT Bahana ada itikad baik menitipkan uang ini, kami terima,” kata Danang.
Meski ada penitipan ini, penyidik menegaskan penyidikan kasus ini terus berlanjut. Penitipan uang tak berarti menghapus tindak pidana korupsi yang telah terjadi. Penyidik sebelumnya mengestimasikan kerugian negara sebesar Rp 1,7 miliar dalam kasus ini.
Untuk diketahui, kasus ini bermula saat ada proyek pembangunan asrama haji Bengkulu pada tahun 2020 lalu. Pembangunan dilakukan oleh PT Bahana Krida Nusantara dengan jaminan dari Jasa Asuransi Indonesia (Jasindo). Anggaran pembangunan ini berasal dari dana APBN, dengan anggaran sebesar Rp 38 miliar, dan masa pengerjaan Oktober hingga Desember 2020. (ag)