Rejang Lebong – Dugaan pungutan di lingkungan sekolah kembali mencuat di Kabupaten Rejang Lebong, memicu sorotan tajam dari publik. Padahal, sebelumnya Bupati Rejang Lebong melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) telah secara tegas mengeluarkan edaran larangan pungutan dalam bentuk apa pun di sekolah, sebagai bagian dari program 100 hari kerja Bupati.
Salah satu kasus yang menjadi perhatian adalah pungutan untuk kegiatan perpisahan dan foto bersama siswa di sebuah sekolah di wilayah tersebut. Berdasarkan keterangan dari wali murid, orang tua diminta membayar Rp100.000 untuk kegiatan perpisahan dan tambahan biaya foto sebesar Rp75.000 jika menggunakan bingkai, atau Rp50.000 tanpa bingkai.
Menanggapi hal ini, Kepala Sekolah menyatakan bahwa kegiatan tersebut merupakan keinginan dari para orang tua dan siswa sendiri. “Kita sudah umumkan ke anak-anak dan orang tua murid. Kita rapat komite dan wali murid. Kami tidak mengadakan perpisahan, tetapi mereka sendiri yang mau. Dan kita ada notulen rapatnya, dan disetujui dengan tanda tangan,” jelasnya.
Lebih lanjut, kepala sekolah mengklaim bahwa pihak sekolah belum menerima sumbangan apa pun secara resmi, meski mengakui ada beberapa orang tua yang sudah mulai membayar.
Pernyataan ini justru menimbulkan pertanyaan. Jika kegiatan tersebut murni inisiatif wali murid, mengapa koordinasi dan pungutan tetap melibatkan pihak sekolah? Apakah tidak seharusnya kegiatan seperti ini dikelola secara mandiri oleh orang tua jika memang tidak dalam kendali sekolah?
Larangan pungutan di sekolah bukan tanpa alasan. Instruksi Bupati melalui Disdikbud jelas menyebutkan bahwa segala bentuk pungutan tidak diperbolehkan di sekolah negeri, demi menjaga asas pemerataan pendidikan dan mencegah beban tambahan bagi orang tua, terutama yang kurang mampu.
Fenomena seperti ini menunjukkan masih lemahnya pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan pendidikan gratis di daerah. Edaran hanya akan menjadi dokumen tanpa makna jika tidak disertai dengan komitmen dan ketegasan semua pihak, termasuk kepala sekolah, komite, hingga Disdikbud sendiri.
Publik berharap, pihak berwenang segera menindaklanjuti laporan ini, agar tidak terjadi pembiaran yang justru mencederai semangat reformasi pendidikan di Rejang Lebong. (Jk)