Mahasiswa Geram! Vonis Ringan Pelaku Pengeroyokan Dianggap Lukai Rasa Keadilan

Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Pat Petulai (UPP) menggelar aksi demonstrasi di Bundaran Curup (foto; joko/nuansabengkulu.com)

Rejang Lebong – Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Pat Petulai (UPP) menggelar aksi demonstrasi di Bundaran Curup, Senin (9/6). Aksi ini merupakan bentuk protes terhadap putusan hukum yang dinilai tidak adil dalam kasus pengeroyokan seorang pelajar di Tanah Rejang Lebong.

Aldo, selaku Koordinator Aksi, dalam orasinya menyampaikan kekecewaannya terhadap proses hukum yang berjalan. Ia menilai bahwa putusan terhadap pelaku pengeroyokan yang hanya dihukum membersihkan masjid selama 60 jam dan membayar kompensasi sebesar Rp300.000 adalah bentuk ketidakadilan yang nyata.

“Kita tahu bahwasanya di Tanah Rejang Lebong hari ini sedang terjadi ketidakadilan secara hukum. Ini menjadi tontonan, bahkan lebih lucu dari setiap komedi. Hukuman yang dijatuhkan tidak sampai 10% dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum. Apakah ini layak disebut keadilan?” tegas Aldo dalam orasinya.

Ia melanjutkan, bahwa hukuman tersebut tidak sepadan dengan dampak yang dirasakan oleh korban. Korban disebut mengalami trauma berat dan kehilangan masa depan, sementara pelaku justru dianggap bebas tanpa sanksi yang berarti.

“Membersihkan masjid bukanlah hukuman yang pantas bagi pelaku yang menghilangkan masa depan seorang pelajar. Jika kita tidak bersuara hari ini, kejahatan serupa bisa menimpa saudara kita, adik kita, atau anak kita. Apakah kita akan diam saja?” ujar Aldo dengan nada tegas.

Dalam aksinya, BEM UPP juga mengajak seluruh masyarakat dan media untuk mengawal kasus ini hingga tuntas. Mereka menyerukan kampanye “No Viral, No Justice” sebagai bentuk tekanan moral agar kasus ini mendapat perhatian lebih luas.

Selain menyoroti hukuman ringan terhadap pelaku, Aldo juga mempertanyakan integritas aparat penegak hukum, khususnya hakim yang menangani perkara tersebut.

“Kami menduga ada kongkalikong di balik meja hijau. Seorang hakim yang menjatuhkan vonis ringan terhadap pelaku kekerasan seperti ini tidak pantas disebut hakim. Kita mendesak agar proses ini diawasi dan diusut sampai tuntas, termasuk memeriksa kemungkinan adanya komunikasi gelap dalam proses persidangan,” tambahnya.

Aksi ini, menurut Aldo, bukanlah aksi terakhir. Ia memastikan bahwa mahasiswa akan terus turun ke jalan dan menyuarakan keadilan hingga korban mendapatkan haknya.

“Hari ini kita pastikan bahwa perjuangan belum selesai. Ini adalah aksi pertama dari rangkaian panjang yang akan terus kita lakukan demi keadilan. Kita akan kawal kasus ini sampai ke tingkat nasional,” tutup Aldo. (Jk)