Rejang Lebong – Raut kecewa tampak di wajah sejumlah orang tua dan calon siswa yang gagal masuk ke SMAN 1 Rejang Lebong melalui jalur prestasi akademik. Sekolah yang dikenal sebagai salah satu sekolah unggulan di Kabupaten Rejang Lebong itu menyisakan kisah haru dalam pelaksanaan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) tahun 2025.
Pada awalnya, SMAN 1 Rejang Lebong menyediakan kuota sebanyak 108 siswa untuk jalur prestasi, dengan rincian: 54 orang untuk jalur prestasi akademik, 38 orang untuk prestasi non-akademik, dan 16 orang untuk prestasi Ketua OSIS atau Kepanduan. Namun, pada saat pengumuman hasil seleksi, kuota untuk jalur prestasi akademik secara tiba-tiba dikurangi menjadi hanya 23 orang. Padahal, sebanyak 38 siswa telah dinyatakan lolos dalam proses perangkingan.
Perubahan mendadak ini membuat sisa kuota jalur akademik dialihkan ke jalur non-akademik, yang menimbulkan pertanyaan dan protes dari para wali siswa.
“Anak saya sudah berjuang keras, belajar siang malam demi bisa masuk melalui jalur prestasi akademik. Tapi semua pupus begitu saja. Rasanya tidak adil saat kuota tiba-tiba berubah di akhir pendaftarana,” ujar seorang wali siswa dengan nada sedih.
Disisi lain, Kepala SMAN 1 Rejang Lebong, Afrison, M.Pd, menjelaskan bahwa perubahan kuota tersebut masih dalam koridor aturan yang berlaku. Ia menyebut bahwa penyesuaian kuota diperbolehkan sesuai dengan Peraturan Gubernur (Pergub) yang mengatur tentang SPMB.
“Kami melaksanakan proses SPMB berdasarkan regulasi yang sudah ditetapkan. Pergub memberikan ruang bagi sekolah untuk melakukan penyesuaian kuota sesuai kebutuhan dan proporsi peserta. Namun semua dilakukan secara legal dan sesuai prosedur,” ungkap Afrison.
Meski demikian, para wali murid tetap berharap agar pihak sekolah lebih mengedepankan transparansi dan keadilan dalam proses seleksi, agar tidak merugikan calon siswa yang telah berjuang secara maksimal. Mereka meminta agar perubahan semacam ini tidak dilakukan secara mendadak, apalagi setelah siswa mengeluarkan banyak tenaga, pikiran, dalam proses pendaftaran.
Bagi sebagian siswa, kegagalan ini menjadi hantaman emosional yang berat. Harapan untuk melanjutkan pendidikan di sekolah impian seakan pupus di depan mata, meski prestasi telah mereka ukir dengan penuh semangat. Mereka tak hanya merasa dikalahkan oleh sistem, tetapi juga kehilangan motivasi dan arah.
“Saya sudah berharap bisa masuk ke SMAN 1 lewat jalur akademik. Semua nilai saya memenuhi. Tapi sekarang saya tidak tahu harus bagaimana lagi,” ujar seorang siswa dengan suara tertahan.
Peristiwa ini menjadi pengingat penting bagi dunia pendidikan, bahwa keadilan dan kejelasan dalam proses seleksi harus dijaga demi masa depan anak-anak bangsa yang telah menaruh harapan besar pada lembaga pendidikan. (Jk)