Karyawan Pria Didorong untuk Ambil Cuti Saat Istri Melahirkan

Ilustrasi karyawan pria Jepang

Nuansabengkulu.com– Kalian pasti sudah tahu kan kalau di Jepang, banyak pasangan ogah punya anak karena kurangnya faktor pendukung untuk membesarkan anak.

Hal ini juga lantas membuat semakin banyak perusahaan di Jepang mendorong karyawan laki-laki mereka untuk mengambil cuti paternitas agar bisa membantu istrinya.

Beban mengasuh anak pada wanita yang cenderung lebih besar daripada pria pada akhirnya dinilai akan mendorong pertumbuhan perusahaan itu sendiri secara keseluruhan.

Pemerintah Jepang juga telah memposisikan cuti melahirkan sebagai salah satu langkah kunci menghadapi angka kelahiran yang rendah.

Mulai April 2022, pemerintah Jepang mewajibkan perusahaan untuk menanyakan karyawan laki-laki apakah mereka ingin mengambil cuti paternitas ketika mengetahui kehamilan atau kelahiran anak atau tidak.

Pada Oktober 2022, pemerintah Jepang juga menetapkan program cuti paternitas yang memungkinkan karyawan laki-laki mengambil cuti hingga empat minggu setelah istrinya melahirkan.

Mulai April tahun ini perusahaan yang memiliki 1.000 karyawan atau lebih wajib untuk mengungkapkan persentase karyawan laki-laki yang berhak untuk mengambil cuti tersebut.

Survei kementerian fiskal tahun 2021 menunjukkan bahwa 85% ibu mengambil cuti melahirkan, sedangkan hanya 14% suami yang mengambil cuti.

Survei tersebut juga menunjukkan bahwa separuh suami hanya mengambil cuti kurang dari dua minggu. Tercatat 25% suami cuti kurang dari lima hari dan 27% mengambil cuti lima hari sampai dua minggu.

Namun muncul kekhawatiran bahwa suami tidak cukup berpartisipasi dalam pekerjaan rumah tangga dan mengasuh anak.

Dalam survei lain yang dilakukan Connehito Inc, tercatat sebanyak 44,5% ayah yang mengambil cuti hanya menghabiskan waktu tiga jam atau kurang setiap harinya untuk membantu pekerjaan rumah tangga dan mengasuh anak.

“Perusahaan perlu mempertimbangkan sepenuhnya keinginan karyawan. Tidak hanya fokus pada peningkatan persentase pekerja yang mengambil cuti melahirkan,” ucap peneliti di Japan Institute untuk kebijakan dan pelatihan tenaga kerja Shingou Ikeda.

Sumber : Japanes Sensei

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *