Bengkulu – Anggota Komisi III DPRD Provinsi Bengkulu, H. Yurman Hamedi menilai, berbagai kebijakan yang dibuat Pertamina Patra Niaga Regional Sumbagsel, belum terbukti ampuh menjadi solusi keadilan energi, baik Liquified Petroleum Gas (LPG) ataupun Bahan Bakar Minyak (BBM) bagi masyarakat khususnya di Provinsi Bengkulu.
Bahkan sebaliknya berbagai kebijakan yang dibuat Pertamina, yang katanya untuk mempermudah tapi malah kian mempersulit masyarakat. Terlebih jika belum percaya lihat secara langsung di lapangan, masyarakat masih susah mendapatkan LPG 3 Kg bersubsidi.
“Kalaupun dapat, biaya yang harus dikeluarkan jauh di atas Harga Eceran Tertingi (HET). Itu salah satu temuan kita dari DPRD. Contohnya, ketika masyarakat hendak membeli LPG 3 Kg bersubsidi ke pangkalan, harus menunjukkan Kartu Tanda Penduduk (KTP). Apa mungkin Pertamina itu tidak tahu dalam satu Kartu Keluarga (KK) itu ada beberapa KTP. Tentu hal sedemikian bisa menjadi peluang oknum tertentu untuk mencari keutungan,” kata Yurman pada Selasa, (1/8/23).
Menurutnya, itu baru persoalan LPG saja, belum lagi BBM bersubsidi jenis Biosolar. Dimana saat ini antrian panjang kendaraan kembali menjadi pemandangan pada sejumlah SPBU yang menyediakan Biosolar.
Padahal antrian itu sangat berpengaruh pada kehidupan dan pertumbuhan ekonomi masyarakat.
“Meskipun demikian terkait persoalan energi ini, pemerintah daerah (Pemda) juga harus bersikap dalam artian jangan hanya berdiam diri saja. Terus terang kita tidak tahu seperti apa koordinasi pemda dengan Pertamina. Tapi yang jelas saat ini, kebijakan yang dibuat sangat lemah. Kalau lemah, secara tidak langsung Pertamina mandul,” sindirnya.
Sementara itu, salah satu pengguna biosolar, Susanto, 39 tahun mempertanyakan kebijakan Pertamina terkait kendaraan yang dinilai mewah, tetapi tetap menggunakan Biosolar. Seperti mobil Toyota Fortuner ataupun Mitsubishi Pajero keluaran terbaru malah ikut mengantri biosolar.
“Jadi timbul pertanyaan bagi kita, bagaimana bisa mereka mendapatkan barcode MyPertamina itu,” tandas Susanto.
Secara terpisah, Sales Area Manager Retail, Mochammad Farid Akbar mengajak masyarakat yang berhak menerima gas bersubsidi, agar membeli ke pangkalan dan jangan ke tingkat pengecer. Mengingat tidak dipungkiri memang biasanya harga naik itu justru terjadi di warung-warung manisan sebagai pengecer LPG.
“Untuk menghindari pembelian LPG 3 Kg tidak sesuai HET, beli lah ke pangkalan, meskipun membawa identitas diri, karena penggunaan nomor NIK sebagai data penerima manfaatnya benar-benar tepat sasaran,” tukasnya. (byg)