PGRI Sebut Peristiwa di SMAN 7 Rejang Lebong Harus Menjadi Pelajaran Semua Pihak

Guru olahraga SMA 7 Rejang Lebong Zaharman yang masih dirawat di RS AR Bunda Lubuk Linggau, (4/8/23). Foto: dok/nuansabengkulu.com

Rejang Lebong – Kisah guru (Zaharman) di Kabupaten Rejang Lebong yang satu matanya buta permanen akibat diketapel seorang walimurid kini masih menjadikan sejumlah guru trauma. Bahkan sekolah tempat kejadian yakni SMA N 7 Rejang Lebong diliburkan sementara.

Peristiwa bermula saat sang guru menegur siswa yang meroko. Guru tersebut juga diketahui menghukum dengan cara menendang siswa.

Tak terima dihukum, siswa melapor pada orang tuanya. Si orang tua siswa pun menganiaya guru olahraga hingga berujung cacat mata permanen.

Pelaku (Arpan) kini tak diketahui keberadaannya. Sementara peristiwa inipun menimbulkan kesedihan bagi keluarga Zaharman.

Salah seorang guru di Rejang Lebong yang meminta namanya disamarkan mengatakan jika para guru cukup dilema dalam menegakkan disiplin pada anak anak.

“Saat ini kenakalan anak anak sedikit berbeda, beberapa hal bahkan cukup diluar batas,” ungkapnya.

Sementara para guru terkadang takut menegur, apalagi melakukan kekerasan. Disisi lain ia menyebut para guru sangat tidak mungkin diam saja saat mengetahui ada murid yang berbuat salah dan perlu dibina.

Ia mengatakan memang tak lagi tepat membina anak anak dengan kekerasan. Sayangnya nasihat, atau omelan dari para guru saat ini cenderung diabaikan.

Terkait masalah ini, Ketua PGRI provinsi Bengkulu Haryadi meminta agar dapat diselesaikan hingga tuntas. para guru harus tetap dapat mengajar dengan aman.

Disisi lain para murid juga harus mendapatkan pendidikan yang baik. Sehingga peristiwa di SMA 7 Rejang Lebong harus menjadi perhatian banyak pihak, bukan hanya kalangan pendidikan di Rejang Lebong.

Peristiwa guru yang dilaporkan polisi atau didatangi orang tua siswa memang bukan kali pertama terjadi. Disejumlah tempat hal ini kerap menjadi pemberitaan media.

“Kami berharap Peristiwa di SMAN 7 Rejang Lebong Harus Menjadi Pelajaran Semua Pihak,” ungkap Haryadi.

Hal inipun disebut oleh sejumlah pihak menjadikan alasan bagi para guru bersikap apatis. (ag)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *