Peminat vape atau rokok elektronik di Indonesia tampak tidak berkurang, bahkan malah menjamur. Ini tercermin dari meningkatnya jumlah penjual rokok elektrik.
Sasaran promosi produk rokok itu terutama ditujukan kepada anak muda. Padahal sudah puluhan negara melarang penjualan vape, meski banyak juga yang tidak mempermasalahkan, tetapi hanya mengatur penjualannya.
Global Youth Tobacco Survey pada 2011 menyajikan data hanya 0,3 persen perokok yang menggunakan vape di Indonesia. Namun pada 2018 angka itu bergerak naik menjadi 10,9 persen.
Sedangkan Global Adult Tobacco Survey pada 2021, memperlihatkan pengguna vape, terutama usia 15 tahun ke atas, meningkat 10 kali lipat dalam kurun 10 tahun terakhir. Perokok vape usia 10-18 tahun juga terus melonjak.
Masyarakat perlu menyadari bahaya vape, karena sama seperti tembakau, barang ini mengandung nikotin, bahan karsinogen dari likuid yang digunakan. Rokok tembakau dan vape pun mengandung toksik yang dapat merangsang peradangan anti-inflamasi.
Juru bicara Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, menjelaskan regulasi yang membatasi konsumsi rokok elektronik sedang dalam tahap harmonisasi. Antarkementerian bersinergi untuk mengatur turunan dari UU Kesehatan.
Pastinya diperlukan upaya keras untuk melindungi masa depan bangsa dari efek negatif rokok, baik tembakau maupun vape. Sebab, bangsa ini butuh generasi yang sehat untuk terus maju.