Sahabat nuansa, pasti kalian sudah tahu kalau di Jepang sebagian besar penduduknya adalah lansia. Hal ini karena generasi muda di Jepang enggan menikah atau pun sulit mencari jodoh.
Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah Kota Tokyo adalah membuat aplikasi kencan, dan paling cepat pada musim panas tahun ini akan diluncurkan. Demikian menurut salah satu pejabat pemkot Tokyo, pada 4 Juni.
Nantinya, para pengguna akan diminta menyerahkan dokumen-dokumen untuk membuktikan mereka secara hukum masih lajang, dan menandatangani surat pernyataan bersedia menikah.
Pengguna juga akan diwawancarai untuk mengonfirmasi identitasnya. Aplikasi ini sudah diuji coba secara gratis sejak akhir tahun lalu.
Demikian pula mereka harus menyertakan slip gaji atau sertifikat pajak sebagai bukti gaji tahunan.
“Kami mengetahui 70 persen orang yang ingin menikah tidak aktif bergabung dengan acara atau aplikasi untuk mencari pasangan,” kata seorang pejabat pemkot Tokyo yang mengurusi aplikasi baru tersebut, seperti dikutip AFP.
“Kami ingin membantu mereka pelan-pelan untuk menemukan (jodoh),” katanya lagi.
Acara perjodohan di kota-kota Jepang sudah beberapa kali digelar, tetapi jarang ada pemerintah daerah yang mengembangkan aplikasi. Baru kali ini, pemkot Tokyo serius menangani aplikasi perjodohan ini.
Sebagai informasi, angka kelahiran di Jepang turun ke titik terendah pada 2023.
Angka kelahiran merosot selama delapan tahun beruntun menjadi 758.631, tepatnya turun 5,1 persen, menurut data awal pemerintah. Jumlah kematian mencapai 1.590.503.
Akibatnya, Jepang mengalami kekurangan tenaga kerja yang semakin meningkat. Perdana Menteri Fumio Kishida menjanjikan sejumlah kebijakan seperti biaya gratis persalinan, termasuk bantuan keuangan untuk keluarga, akses penitipan anak yang lebih mudah, dan lebih banyak cuti bagi orangtua.
Jepang belakangan ini disebut-sebut tengah mengalami resesi seks. Banyak jomblo yang ogah menikah karena beragam alasan.
Diketahui, angka kelahiran di Jepang menurun dan banyak para jomblo yang ingin menikah kesulitan mencari pasangan.
Hal itu pun membuat pemerintah Jepang turun tangan untuk menjodohkan warganya. Bahkan Perdana Menteri Kishida Fumio pun sudah mengambil tindakan dengan memberikan bantuan untuk pasangan yang melahirkan anak pertama hingga anak ketiga.
“Pemerintah akan mengambil tindakan yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk mengatasi tingkat kesuburan Jepang yang menurun,” kata Perdana Menteri Fumio Kishida dalam pidatonya belum lama ini.
Sejumlah pemerintah prefektur pun turut membantu untuk mencarikan jodoh warganya. Salah satunya di Prefektur Miyagi, warganya bisa mendapatkan pasangan hidup melalui layanan perjodohan. Layanan ini didukung kecerdasan buatan (AI) yang disediakan pemerintah.
Di wilayah Ehime, otoritas regional menawarkan sistem perjodohan berbasis data besar. Sementara di wilayah Miyazaki, proses perjodohan ini menggunakan cara yang lebih tradisional, yaitu dengan mengarahkan calon pasangan untuk bertukar surat tulisan tangan.
Menariknya, di Jepang kini juga tersedia pesta lajang yang disponsori oleh publik dan perusahaan serta ‘seminar kehidupan’ yang bertujuan untuk mendorong orang dewasa muda agar ingin menikah.
Sementara di Tokyo, menyediakan pelatihan kencan dasar, misalnya melatih bagaimana mereka berinteraksi dengan lawan jenis.
Dalam sejarah Jepang, belum pernah melakukan perjodohan warganya seperti ini. Namun, ini harus dilakukan untuk masa depan dan kelangsungan negara.
Berdasarkan survei National Institute of Population and Social Security Research, menemukan bahwa hampir seperlima pria di Jepang dan 15 persen wanita tidak tertarik untuk menikah. Itu merupakan angka tertinggi sejak tahun 1982.
Sementara, hampir sepertiga pria dan seperlima wanita di Jepang di usia 50-an tidak pernah menikah.(er)