DPR Desak Pemerintah Segera Tangani Tujuh Jembatan Kritis di Aceh

Anggota Komisi V DPR RI, Ruslan M. Daud. Foto : dpr ri

Anggota Komisi V DPR RI, Ruslan M. Daud, mendesak pemerintah pusat segera menangani tujuh jembatan kritis di jalur lintas tengah Aceh yang kondisinya dinilai tidak lagi memadai pascabencana banjir dan longsor. Menurutnya, keterlambatan penanganan berpotensi memutus jalur nasional dan mengisolasi wilayah tengah Aceh.

“Ini jalur utama nasional lintas tengah. Jika akses ini terganggu, dampaknya sangat luas, mulai dari terisolasinya masyarakat hingga lonjakan harga kebutuhan pokok,” kata Ruslan dalam keterangannya kepada Parlementaria, di Jakarta, Senin (29/12/2025).

Legislator dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini juga menegaskan, pembangunan ulang jembatan harus dilakukan dengan perencanaan matang dan skema yang tepat. Salah satu opsi yang perlu dipertimbangkan adalah penggeseran lokasi jembatan dari titik lama dengan memperhatikan kondisi geografis, alur sungai, dan faktor keselamatan.

Adapun tujuh jembatan yang menjadi perhatian berada di jalur lintas tengah, yakni Jembatan Teupin Mane KM 10, Wehni Kulus KM 47, Enang-Enang KM 50, Krung Rongka KM 60, Tenge Besi KM 62, Timang Gajah KM 65, Jembatan Jamur Ujung KM 80, serta satu box culvert di Lampahan KM 73.

Menurut Ruslan, jalur tersebut selama ini menjadi tulang punggung transportasi orang dan barang di wilayah tengah Aceh. Karena itu, jenis dan desain jembatan yang akan dibangun ulang harus memperhitungkan tingkat kerawanan bencana, khususnya longsor.

“Wilayah tengah memiliki tingkat kerentanan bencana yang tinggi. Jembatan yang dibangun ulang harus benar-benar kuat dan aman agar tidak kembali rusak saat bencana terjadi,” tegas Legislator dari daerah pemilihan (Dapil) Aceh tersebut. 

Ruslan juga mendorong Kementerian Pekerjaan Umum melalui Direktorat Jenderal Bina Marga untuk menghitung secara cermat potensi bencana dalam menentukan desain jembatan. Ia menegaskan jalur Bireuen merupakan akses terbaik yang menghubungkan dataran tinggi Gayo dan wilayah tengah Aceh ke Medan maupun Banda Aceh.

“Ini menyangkut keberlangsungan hidup masyarakat dan denyut ekonomi daerah. Jalur lintas tengah harus segera dipastikan aman, layak, dan berfungsi optimal,” pungkas Ruslan.