Muktamar dan Kerja-Kerja Sunyi Muhammadiyah

Dr. Moch Iqbal, M. Pd Dosen Pascasarjana UIN Fatmawati Sukarno Bengkulu

Oleh : Dr. Moch. Iqbal, M. Si Dosen Pascasarjana UIN Fatmawati Sukarno Bengkulu

18 November 1912, tepatnya 109 tahun yang lalu di Jogjakarta Muhammadiyah lahir. Sebuah usia yang tidak muda lagi, yang sudah melintasi satu abad lebih. Tentu hal ini patut disyukuri, Ormas Islam dengan segala dinamikanya dan karya-karya nyatanya yang hampir bias dirasakan diseluruh pelosok negeri. Dan sekarang, sudah menembus batas-batas teritori Negara. Australia, Malaysia, Filipina dan mungkin sebentar lagi Spanyol-Eropa  akan menjadi lahan dakwah baru bagi Muhammadiyah.

Menariknya adalah, Muhammadiyah selalu menjadikan lembaga amal usaha sebagai alat deteksi keberadaan Muhammadiyah. Cabang atau ranting dianggap ada, apabila mempunyai amal usaha, meski hanya sebuah musholla kecil.

Pada tanggal yang sama tahun ini 2022, Muhammadiyah menggelar hajatan besar, Muktamar yang ke 48 di Solo, tepatnya di Universitas Muhammadiyah Solo, setelah beberapa kali tertunda akibat pandemi.  Kesempatan ini, sekaligus mempertegas kiprah Muhammadiyah di tanah air dibidang pendidikan tinggi, dengan penggunaan fasilitas kampus yang cukup mewah, yaitu kampus DOM UM Solo.

Sebagai salah satu ormas Islam terbesar di Indonesia, karya-karya Muhammadiyah cukup monumental. Menariknya adalah, pesatnya amal usaha Muhammadiyah di semua bidang, seperti bidang pendidikan, Pesantren, Rumah Sakit, Panti Asuhan, Lemabaga Filantropi LazizMu dan belakangan adalah usaha ritail BulogMU dikembangkan nyaris tanpa kegaduhan. Tiba-tiba berdiri dan tiba-tiba membesar.

Pesantren misalnya, pada tahun 2010, Muhammadiyah hanya memiliki tidak lebih dari 56 pondok pesantren. Sekarang pada tahun 2022, tercatat 446 pesantren di bawah naungan Muhammadiyah. Jaringan MBS (Muhammadiyah Boarding School) hampir bisa dijumpai di seluruh wilayah Indonesia. Termasuk di Bengkulu, tempat tinggal penulis.

Perguruan tinggi Muhammadiyah juga mengalami perkembangan yang mencengangkan. Di tengah moratorium pendirian perguruan tinggi, sejak dibuka kembali tahun 2017, PT (Perguruan Tinggi) Muhammadiyah langsung gercep, dan berdiri di berbagai daerah. Bahkan wilayah yang paling Timur Indonesia, seperti Papua dan Papua Barat, dimana umat Islam masih minoritas,  PT Muhammadiyah juga berdiri cukup megah dan banyak diminati.

Tangan Dingin Haedah Nashir

Ketua PP Muhammadiyah Haedar Nashir menjadi key person dalam karya-karya sunyi Muhammadiyah. Di bawah kepemimpinannya, Muhammadiyah nyaris terhindar dari gemuruh politik, arus pembelahan masyarakat, ujaran kebencian dan hoax yang menjadi arus utama media. Muhammadiyah tidak sibuk menonjolkan diri dan pengakuan, melainkan lebih sibuk dengan kerja-kerja sunyi hasil bisa dirasakan semua kalangan.

Lebih menarik lagi, di tengah-tengah karya nyata besar Muhammadiyah, warga Muhammadiyah justru paling minim dalam panggung kekuasaan. Hanya ada satu dua saja, itu pun di wilayah kekuasaan pinggiran. Meminjam istilah buya Syafii (almarhum) ‘’dalam bidang kekuasaan, Muhammadiyah adalah yatim piatu’’.

Haedar Nashir membawa gerbong Muhammadiyah penuh keteduhan dan suri tauladan untuk semua kalangan. Tidak pernah membusungkan dada, meski dengan prestasi dan kerja-kerja nyata selama 7 tahun memimpin. Gaya kepemimpinan ini patut terus dilanjutkan pada period ke dua, dan selanjutnya. Mungkin, yang masih perlu dibenahi adalah, memberi ruang yang lebih luas dan strategis bagi kepemimpinan muda Muhammadiyah. Beberapa nama seperti Ahmad Najib Burhani, Mukhaer Pakkana, Fajar Rijaul Haq dan yang lainnya adalah kader potensial yang perlu dipromosikan lebih tinggi lagi.

Akhirnya, Selamat ber-muktamar yang ke 48 Solo, terus berkhidmad untuk keumatan dan kebangsaan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *