Saya rasa banyak dosen berpikiran bahwasannya para mahasiswa adalah titisan manusia sempurna yang berotak cerdas tanpa celah, mudah memahami pelajaran, dan akan langsung paham dengan sekali penjelasan materi. Berbicara mengenai perkuliahan daring, memang banyak untungnya. Namun bukan berarti sedikit ruginya.
Seru memang, hanya modal kuota, kuliah sering tidak mandi karena hanya akan menghadap kamera, bensin aman dan resiko terlambat masuk kelas sangat kecil. Perkuliahan fleksibel, bisa dimana-saja, sangat menguntungkan. Kalau dikatakan kerennya itu seakan-akan mahasiswa bisa sekalian multi-tasking.
Perlu digarisbawahi tidak semua dosen paham kesukaran mahasiswanya dan asik dalam mengajar. Mari berkenalan dengan dosen yang jarang masuk, sekali masuk hanya memberi tugas yang bahkan tidak dimengerti mahasiswa, bahan materi pun jarang dikirim. Meski dikirim tidak pernah diajarkan sekalipun. Dan saat ujian tiba adalah nerakanya mahasiswa yang harus memahami secara terpaksa setiap butir-butir soal yang bahkan selama satu semester pun tidak pernah kenali apa maknanya.
Jika sudah seperti itu, akan menjadi salah siapa? Dosen yang semrawut dalam mengajar, atau mahasiswa yang terlalu bodoh untuk tidak mengerti? Kemendikbud telah melakukan survey dan pada akhirnya menunjukkan hampir 90% total dari mahasiswa lebih memilih pembelajaran tatap muka. Kuliah daring dirasa lebih menyulitkan daripada luring.
Sudah sering bermasalah jaringannya, belum lagi komunikasi tidak efektif antara pengajar dan pendidik membuat mahasiswa merasakan tekanan yang membuat mereka pada akhirnya tidak mengerti apa yang sebenarnya sedang mereka pelajari.
Sudah saatnya, metode belajar yang dirasa tidak efektif ini dikurangi agar mahasiswa tidak mengalami kesukaran lebih lanjut dalam belajar.
Penulis : Mareta Ushwatun Hasanah D1C020032