Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menegaskan bakal menghentikan penyaluran dana desa yang telah dianggarkan Pemerintah. Hal itu dilakukan jika ditemukan oknum kepala desa atau perangkat desa yang terjerat kasus penyalahgunaan dana tersebut.
Kemenkeu pun mengakui Penyaluran dana desa memiliki ekses negatif, yaitu adanya oknum perangkat desa yang berpotensi korupsi. Oleh karenanya, dibutuhkan pengawasan dari masyarakat dalam hal penggunaannya.
“Kalau baca laporan Indonesia Corruption Watch (ICW) angka korupsi di desa meningkat. Upaya kami di Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan (DJPK), secara regulasi tidak banyak melakukan penindakan,” kata Direktur Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan DJPK Kemenkeu, Jaka Sucipta dalam diskusi di kawasan Gunung Kidul, Yogyakarta, pada Kamis (1/5/2024).
“Jadi bagaimana kepolisian bekerja sama dengan kejaksaan mengawal dana desa. Di kami setiap ada penyalahgunaan dana desa, kami hentikan,” ujarnya
Jika kepala atau perangkat desa ditetapkan sebagai tersangka, Kemenkeu akan menghentikan dana desanya sampai ditunjuk Plt atau penggantinya. Tak hanya itu, desa tersebut juga tak diperbolehkan berkompetisi untuk memperebutkan dana insentif desa.
“Jika sebuah desa dengan korupsi, maka tidak boleh ikut dalam kompetisi untuk mendapatkan insentif desa. Jadi salah satu kriteria insentif desa tidak ada korupsi,” terangnya.
Sejak 2015 hingga 2024, Pemerintah sudah menggelontorkan dana desa dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) sebesar Rp609,68 triliun. Tercatat, lebih dari 70.000 desa per tahunnya sudah menerima dana tersebut.
Di tahun 2024 ini, pemerintah bakal memberikan dana desa sebesar Rp71 triliun untuk 75.259 desa. Di mana setiap desa akan mendapatkan sekitar Rp943,34 juta. (er)